| Nama Kecil |    Raden Mas Ontowiryo |   
   | Gelar |    Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi |   
   | Nama populer |    Pangeran Diponegoro |   
   | Tanggal Lahir |    11 November 1785 |   
   | Wafat |    8 Januari 1855 Di pengasingan Benteng Rotterdam  (Makassar) |   
   | Makam |    Kampung Jawa Makassar Sulawesi Selatan |   
   | Silsilah keluarga |    Putra sulung Sultan Hamengkubuwana III dari istri selir dari daerah Pacitan bernama R.A. Mangkarawati |   
   | Basis Perjuangan |    Tegal Rejo Jawa Tengah |   
Kepribadian
Pangeran Diponegoro di kenal  memiliki kepribadian yang tegas dan amat taat beribadah. Beliau lebih  memilih menekuni kehidupan beragama daripada menjadi raja. Minat inilah  yang menyebabkan beliau memutuskan menetap di Desa Tegal Rejo (Sekarang  wilayah Purworejo Jawa Tengah), tempat para leluhurnya. Beliau menolak  permintaan Sultan untuk menjadi raja karena menyadari bahwa beliau putra  dari seorang selir. Sejak Muda dalam jiwa Pangeran Diponegoro telah  tertanam kebencian terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang telah  mencampuri urusan Keraton Yogyakarta dan melakukan penindasan terhadap  rakyat dengan membebani rakyat pajak yang terlalu besar. Ketegasan  jiwanya menyebabkan ia berseberangan pendapat dengan kesultanan  Yogyakarta semasa dipimpin Sultan Hamangkubuono V tahun 1822. Saat itu  Kesultanan Yogyakarta dipimpin raja yang baru berusia 3 tahun sehingga  kepemimpinan diserahkan kepada patih Danurejo bersama Residen Belanda.  Akibatnya Kesultanan Yogyakarta tunduk di bawah pengaruh Belanda. 
Latar Belakang Perlawanan Pangeran Diponegoro 
Perang Diponegoro terhadap  Belanda disebabkan faktor  (1) Kekuasaan Raja Mataram semakin lemah,  wilayahnya dipecahpecah; (2) Belanda ikut campur tangan dalam urusan  pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti; (3) Kaum bangsawan sangat  dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih oleh  Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya (4)   Adat istiadat keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi  merosot (5) Penderitaan rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari  berbagai macam pajak, seperti pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak  jalan, pajak pasar, pajak ternak, pajak dagangan, pajak kepala, dan  pajak tanah. 
Puncak kemarahan Pangeran Diponegoro  terjadi saat kolonial Belanda berencana membangun jalan dari Yogyakarta  ke Magelang. Pembangunan Jalan ini ternyata melintasi makam leluhur  Pangeran Diponegoro. Ini yang membuat Pangeran Diponegoro semakin marah  dan mengadakan perlawanan  terhadap kolonial Belanda. Beliau kemudian  memerintahkan pengikutnya mencabut patok-patok yang melewati makam  tersebut. 
Sejak itulah perang jawa  berkobar, Pangeran Diponegoro membuat basis perlawanan di gua Selarong  yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Istri setianya  RA. Retnaningsih juga menemaninya bergerilya. Selama perang, sebanyak  15 dari 19 pangeran bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Perjuangan  Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga menjadi pemimpin spiritual  pemberontakan. 
Agar tidak mudah diketahui oleh  pihak Belanda, tempat markas berpindah-pindah, dari Selarong ke Plered  kemudian ke Dekso dan ke Pengasih. Perang Diponegoro menggunakan siasat  perang gerilya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Berbagai upaya untuk mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro  telah dilakukan Belanda, namun masih gagal. Siasat Benteng stelsel  (sistem Benteng) yang banyak menguras biaya diterapkan juga. Namun  sistem benteng ini juga kurang efektif untuk mematahkan perlawanan  Diponegoro.  Puncak peperangan terjadi saat  Belanda mengerahkan lebih  dari 23.000 orang tentara. Ini adalah kekuatan militer terbesar yang  pernah diterj unkan.  Dari segi militer, ini adalah perang pertama yang  melibatkan semua metode perang modern. Baik metode perang terbuka   maupun metoda perang gerilya yang dilaksanakan melalui taktik hit and  run dan penghadangan. Perang juga melibatkan semua taktik militer mulai  dari spionase, penghasutan dan intimidasi. Belanda terbukti sangat  kesulitan meredam perlawanan Pangeran Diponegoro serta pengikutnya.
Pada tahun 1827, Belanda  melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem  benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai  Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian  Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah  kepada Belanda. 
Jenderal De Kock akhirnya  menggunakan siasat tipu muslihat melalui perundingan. Pada tanggal 28  Maret 1830, Pangeran Diponegoro bersedia hadir untuk berunding di rumah  Residen Kedu di Magelang. Dalam perundingan tersebut, Pangeran  Diponegoro ditangkap dan ditawan di Semarang dan dipindah ke Batavia.  Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1830 dipindah lagi ke Manado. Pada tahun  1834 pengasingannya dipindah lagi ke Makassar sampai meninggal dunia  pada usia 70 tahun tepatnya tanggal 8 Januari 1855. Akhirnya pada  tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan  Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia  menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka,  Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian  dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8  Januari 1855. Untuk menghormati jasa-jasa beliau, pemerintah RI  memberikan gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI Mo  087/TK/1973.
Referensi: indonesiakemarin.blogspot.com,wikipedia, g-excess.com
 
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi kritik atau saran dengan menulis komentar dibawah ini