Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan bermacam-macam karakter dan gangguan tersebut. Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan kekurangan dalam bersosialisasi, mengalami kesulitan jika terjadi perubahan, dan selalu melakukan hal-hal yang sama berulang ulang. Sering mereka terobsesi oleh rutinitas dan menyibukkan diri dengan sesuatu aktivitas yang menarik perhatian mereka. Mereka selalu mengalami kesulitan dalam membaca aba-aba (bahasa tubuh) dan seringkali seseorang penyandang SA mengalami kesulitan dalam menentukan dengan baik posisi badan dalam ruang (orientasi ruang dan bentuk).
Karena memiliki perasaan terlalu sensitif yang berlebihan terhadap suara, rasa, penciuman dan penglihatan, mereka lebih menyukai pakaian yang lembut, makanan tertentu dan merasa terganggu oleh suatu keributan atau penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar atau melihatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa penyandang SA memandang dunia dengan cara yang berlainan. Sebab itu, banyak perilaku yang aneh dan luar biasa yang disebabkan oleh perbedaan neurobiologi tersebut, bukan karena sengaja berlaku kasar atau berlaku tidak sopan, dan yang lebih penting lagi, adalah bukan dikarenakan 'hasil didikan orang tua yang tidak benar'.
Menurut definisi, penyandang SA mempunyai IQ.normal dan banyak dari mereka (walaupun tidak semua) memperlihatkan pengecualian dalam keterampilan atau bakat di bidang tertentu. Karena mereka memiliki fungsionalitas tingkat tinggi serta bersifat naif, maka mereka dianggap eksentrik, aneh dan mudah dijadikan bahan untuk ejekan dan sering dipaksa temanya untuk berbuat sesuatu yang tidak senonoh. Walaupun perkembangan bahasa mereka kelihatannya normal, namun penyandang SA sering tidak pragmatis dan prosodi. Perbendaharaan kata-kata mereka kadang sangat kaya dan beberapa anak sering dianggap sebagai 'profesor kecil'. Namun mereka dapat menguasai literatur tapi sulit menggunakan bahasa dalam konteks sosial.
Sifat-sifat dalam belajar dan berperilaku pada murid penyandang Asperger antara lain:
Sindrom Asperger merupakan suatu sifat khusus yang ditandai dengan kelemahan kualitatif dalam berinteraksi sosial. Sesorang penyandang Sindrom Asperger (SA) dapat bergaul dengan orang lain, namun dia tidak mempunyai keahlian berkomunikasi dan mereka akan mendekati orang lain dengan cara yang ganjil (Klin & Volkmar, 1997). Mereka sering tidak mengerti akan kebiasaan sosial yang ada dan secara sosial akan tampak aneh, sulit ber-empati, dan salah menginterpretasikan gerakan-gerakan. Pengidap SA sulit dalam berlajar bersosialisasi serta memerlukan suatu instruksi yang jelas untuk dapat bersosialisasi.
Walaupun anak-anak penyandang SA biasanya berbicara lancar saat mencapai usia lima tahun, namun mereka sering mempunyai masalah dalam menggunakan bahasa dalam konteks sosial ( pragmatik ) dan tidak mampu mengenali sebuah kata yang memiliki arti yang berbeda-beda (semantic) serta khas dalam berbicara /prosodi (tinggi rendahnya suara, serta tekanan dalam berbicara) (Attwood, 1998). Murid penyandang SA bisa jadi memiliki perbendaharaan kata-kata yang lebih, dan sering tak henti-hentinya berbicara mengenai suatu subyek yang ia sukai. Topik pembicaraan sering dijelaskan secara sempit dan orang itu mengalami kesulitan untuk berpindah ke topik lain. Mereka dapat merasa sulit berbicara teratur. penyandang SA dapat memotong pembicaraan orang lain atau membicarakan ulang pembicaraan orang lain, atau memberikan komentar yang tidak relevan serta mengalami kesulitan dalam memulai dan mengakhiri suatu pembicaraan. Cara berbicaranya kurang bervariasi dalam hal tinggi rendahnya suara, tekanan dan irama, dan, bila murid tersebut telah mencapai usia lebih dewasa, cara berbicaranya sering terlalu formal. Kesulitan dalam berkomunikasi sosial dapat terlihat dari cara berdiri yang terlalu dekat dengan orang lain, memandang lama, postur tubuh yang tidak normal, dan tak dapat memahami gerakan-gerakan dan ekspresi wajah.
Murid penyandang SA memiliki kemampuan intelegensi normal sampai di atas rata-rata, dan terlihat berkemampuan tinggi. Kebanyakan dari mereka cakap dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan sangat menguasai subyek yang mereka sukai pernah pelajari. Namun mereka lemah dalam hal pengertian dan pemikiran abstrak, juga dalam pengenalan sosial. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan akademis, khususnya dalam kemampuan membaca dan mengerti apa yang dibaca, menyelesaikan masalah, kecakapan berorganisasi, pengembangan konsep, membuat kesimpulan dan menilai. Ditambah pula, mereka sering kesulitan untuk bersikap lebih fleksibel. Pemikiran mereka cenderung lebih kaku. Mereka juga sering kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, atau menerima kegagalan yang dialaminya, serta tidak siap belajar dari kesalahan-kesalahanya. (Attwood 1998).
Diperkirakan bahwa 50% - 90% dari penyandang SA mempunyai kesulitan dalam koordinasi motoriknya (Attwood 1998). Motorik yang terkena dalam hal melakukan gerakan yang berpindah-pindah (locomotion), kecakapan bermain bola, keseimbangan, cakap menggerakan sesuatu dengan tangan, menulis dengan tangan, gerak cepat, persendian lemah, irama serta daya mengikuti gerakan-gerakan.
Seorang penyandang SA memiliki kesamaan sifat dengan penyandang autisme yaitu dalam menanggapi rangsangan sensori. Mereka bisa menjadi hiper sensitif terhadap beberapa rangsangan tertentu dan akan terikat pada suatu perilaku yang tidak biasa dalam memperoleh suatu rangsangan sensori yang khusus.
Seorang penyandang SA biasanya kelihatan seperti tidak memperhatikan lawan bicara, mudah terganggu konsentrasinya dan dapat / pernah dikategorikan sebagai penyandang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sewaktu di-diagnosa dalam masa kehidupan mereka (Myles & Simpson, 1998).
Rasa takut yang berlebihan juga merupakan salah satu sifat yang dihubungkan dengan penyandang SA. Mereka akan sulit belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan bersosialisasi di sekolah. Instruksi yang baik dan benar akan membantu meringankan tekanan-tekanan yang dialaminya.